ISI Denpasar | Institutional Repository

Analisis Garapan Baladhika

Agus, Ary Andika (2011) Analisis Garapan Baladhika. Artikel Bulan September (2011), 2 (9). p. 1.

[img]
Preview
PDF (Analisis Garapan Baladhika) - Published Version
Download (210kB) | Preview

Abstract

Berbagai karya seni yang diciptakan oleh manusia dapat memberikan kita kesenangan dan kepuasan dengan penikmatan rasa indah, merupakan sebuah ungkapan yang timbul saat kita menikmatinya. Ada tiga unsur keindahan yang berperan dalam struktur atau pengoranisasian karya seni, anatara lain : A. Unsur keutuhan atau kebersatuan (Unity). Dengan keutuhan yang dimaksud bahwa karya yang indah menunjukan keseluruhannya sesuatu yang utuh tidak ada cacatnya atau tidak ada yang kurang tidak ada yang berkelebihan. Semua bagian-bagian yang ada dalam garapan komposisi ini sambung-menyambung melalui yang telah tersusun dan saling mengisi antara bagian yang satu dengan bagian yang lain.. Keutuhan instrument yang satu dengan insrumen yang lainnya tercemin dari harmonisnya jalinan-jalinan seperti melodi, ritme, tempo, dan dinamika. Rasa keutuhan kemudian diperkuat dengan hadirnya tiga sifat yang memperkuat rasa keutuhan diantaranya : Simetri Simetri menuntut sebuah karya yang memang menpuyai keutuhan, tidak cacat atau dengan kata lain setiap bagian maupun secara keseluruhan dari karya seni ini terlihat atau dirasakan enak dan dapat membangkitkan rasa keseimbangan dan ketenangan kepada penikmatnya. Simetri dalam karya ini, mencoba ditransformasikan lewat keseimbangan garap musikal yang mempermudah si penikmat musik untuk mengetahui garap musikal yang dimaksud, sesuai dengan garapan musik prosesi melalui gamelan Babonangan. Dalam pola garap musikalnya, untuk mewujudkan kesimetrian tersebut penata mencoba mentranspormasi pola ketukan genap. Ritme Dalam sebuah karya seni, ritme menunjukkan hadirnya sesuatu yang berulang-ulang secara teratur, seperti ada jarak yang sama atau jangka waktu yang sama. Begitu juga dalam garapan komposisi “Baladhika” ini, ritme sangat berperan sebagai “bumbu” yang dapat menambah rasa dalam menikmatinya. Ritme dalam komposisi ini tidak saja dimainkan oleh satu instrumen, tetapi ritme juga timbul akibat ransangan yang diberikan oleh pola melodi yang dimainkan oleh intrumen reyong. Hal ini dilakukan untuk menjaga rasa keutuhan dari pola garapnya. Dalam komposisi musik “Baladhika” ini, ritme dimainkan oleh beberapa instrumen yang saling mendukung menjadi garapan komposisi yang seimbang dan menyatu menjadi ciri khas rasa musikal yang ditimbulkan. Kombinasi antara ritme dengan pola melodi diupayakan untuk mewujudkan rasa musikal baru dalam motif gending Baleganjur. Harmoni Harmoni yang dimaksud adalah keselarasan antara bagian-bagian atau komponen-komponen yang tersusun menjadi kesatuan. Keharmonisan memperkuat rasa keutuhan karena memberikan rasa tenang, nyaman, enak dan tidak mengganggu panca indera para penikmatnya. Harmoni timbul akibat adanya perpaduan atau bertemunya beberapa nada yang tidak sama atau istilahnya ngempyung yang bisa saja terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam komposisi ini yang dapat memperkuat rasa keutuhan karya. Permainan dengan keanekaragaman motif yang terlalu banyak akan memperlemah kesatuan, dan ketiga sifat-sifat keindahan ini akan memperkuat kesatuan dan keutuhan sehingga menghasilkan kerumitan atau Complexity, yang dapat memberikan mutu estetik yang tinggi pada karya seni. 2. Unsur penonjolan atau penekanan (Dominance). Dalam karya seni penonjolan merupakan sesuatu yang dapat memberikan identitas dari barungannya. Begitu juga dalam komposisi ini, penekanan dan penonjolan instrumen dilakukan untuk menemukan balance (keseimbangan). 3. Unsur keseimbangan (Balance). Mempertahankan keutuhan dalam perpaduan dapat menimbulkan rasa keseimbangan, dan karenannya keseimbangan garap musikal sangat perlu diperhatikan. Dalam komposisi ini, penata mencoba menyeimbangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tata garap musikal, setting dan lain-lain. Oleh sebab itu keutuhan, sifat-sifat penonjolan dan keseimbangan merupakan aspek-aspek yang mendasar yang menentukan nilai estetika. Sesuatu yang indah tidak saja timbul dari karya seni itu tetapi juga timbul dari ornamentasi dekoratif. Dalam komposisi “Baladhika” ini, untuk menunjang rasa estetis dan kesan yang ditimbulkan penata menggunakan ornamentasi yang mendukung suasana ritual seperti umbul-umbul dan tedung. Lighting sebagai unsur pencahayaan sangat menentukan keindahan garapan dalam suatu pertunjukan. Penataan laighting dalam karya “Baladhika” ditata sesuai dengan alur tema garapan Baladhika yang disajikan dalam bentuk gamelan baleganjur. Dilihat dari penggunaan lighting susunannya adalah sebagai berikut : Bagian I. Lampu yang digunakan yaitu cahaya terang,untuk menggambarkan suasana ketenangan. Bagian II. Lampu yang digunakan yaitu cahaya redup yang bersamaan dengan lampu kelap-kelip yang disebut sportligh,dengan penataan cahaya lampu pelan-pelan secara bergantian, yang dimana menggambarkan suasana ketegangan. Bagian III. Lampu yang digunakan adalah cahaya redup yang bersamaan dengan lampu kelap-kelip yang disebut sportligh,dengan penataan cahaya lampu yang cepat secara bergantian,untuk mendukung suasana sengit dalam peperangan. Bagian IV. Lampu yang digunakan adalah cahaya redup,akan tetapi setelah vokal menggunakan cahaya terang kembali yang disebut dengan cahaya general,untuk mendukung suasana semangat perang puputan. Hal tersebut dilakukan tidak lain hanya untuk memperindah dan memperkaya penyajiannya. Aspek estetik biasanya timbul dari kemampuan seseorang untuk menikamati sebuah karya seni yang disajikan. Dengan kata lain, bila karya seni yang dinikmatati mampu memuaskan dirinya sebagai penikamat seni, maka rasa estetika yang terbentuk dalam karya tersebut telah sampai pada si penikmat itu sendiri. Begitu juga sebaliknya. B. Analisa Simbol Sebagai bentuk karya seni, komposisi “Baladhika” tidak saja mengedepankan unsur-unsur musikal tetapi juga mengungkapkan nilai filosofis dan makna yang terkandung dalam sejarah perang puputan Badung. Empat unsur pokok yang terdapat dalam lontar Prakempa yakni Filsafat, Etika, Estetika dan Gegebug dapat ditransformasikan ke dalam karya “Baladhika” ini. Notasi Sebagai Simbol Kebutuhan dan keinginan untuk melukiskan suara-suara dalam tulisan yang dapat dibaca, melahirkan sesuatu tertentu tentang tulisan tabuh atau gending yang disebut notasi dalam berbagai sistem nada dan tangga nada. Notasi adalah suatu sistem yang dipergunakan dalam menulis tabuh-tabuh (gending-gending), mengandung makna tertentu bagi masing-masing pemilikinya. Notasi merupakan pencatatan dengan simbol-simbol berupa hurup, anggka, gambar, dan atribut lain. Boleh dikatakan bahwa notasi merupakan perwujudan dari lagu yang telah dituangkan ke dalam bentuk musik melalui alat musik. Dengan mempergunakan notasi, dapat mempercepat proses penuangan sebuah tabuh /gending kepada para penabuh, dan juga menjadi pegangan bagi penata sekaligus sebagai pedoman untuk melakukan suatu perubahan. Pepatutan Baleganjur lima nada yang menggunakan sistem notasi ding dong sebagai simbol, dapat dilihat sebagai berikut : Tanda 3 namanya ulu dibaca nada ding Tanda 4 namanya tedong dibaca nada dong Tanda 5 namanya taleng dibaca nada deng Tanda 6 namanya suku ilut dibaca nada ndaing Tanda 7 namanya suku dibaca nada dung Tanda 1 namanya surang dibaca nada dang Dalam komposisi ini ada beberapa proyeksi suara yang dihasilkan oleh beberapa instrumen dalam gamelan Baleganjur lima nada. Simbol yang digunakan dengan suara yang dihasilkan oleh instrument,baik yang menghasilkan nada maupun instrumen yang tidak bernada adalah sebagai berikut : Tanda istrumen Kempli - Tanda istrumen Kempul + Tanda istrumen Bebende T Tanda istrumen Gong ( ) Tanda istrumen Kendang Wadon O Tanda istrumen Kendang Lanang Ù Tanda Ka (Kendang Wadon) Ð Tanda Pak (Kendang Lanang) _ Tanda ulang (pengulangan) [ ] Tanda pukulan mati / Tanda instrumen Cengceng Tek T Tanda Instrumen Cengceng Ceng C C. Analisis Penyajian Tata penyajian atau penampilan, dapat dilihat dari sudut properti, busana dan setting. Properti digunakan untuk mendukung karakter suasana, sedangkan kelengkapan tata busana dirangakai tidak terlepas dari konsep garapan komposisi baleganjur “Baladhika” ini yang mengambil tema kepahlawanan. Perpaduan warna, dengan konsep pakaian modifikasi, akan tetapi tidak terlepas dari pakem serta tradisi pakaian baleganjur pada umumnya. Yang tujuannya untuk mendukung suasana garapan baleganjur menjadi sebuah garapan yang memiliki ciri khas serta terciptanya suasana yang heroik melalui baleganjur pelog lima nada. Posisi penabuh ditata secara dinamis dengan perubahan posisi untuk memberikan kesan dramatik sesuai dengan suasana Perang Puputan Badung yang digarap dalam komposisi Baladhika. Penampilan komposisi baleganjur Baladhika ini yang dipentaskan di gedung Natya Mandala ISI Denpasar dimana semua penabuh mengekspresikan karakter dan jiwa seorang prajurit bertempur di medan perang yang dipadukan dengan gerak penabuh yang mencerminkan pasukan belanda dan prajurit badung. Dari segi busana penabuh mempergunakan udeng atau destar yang divariasikan, akan tetapi antara penata dan pendukung dibedakan dari segi bentuk pembuatannya. Disamping itu juga dilengkapi dengan properti seperti bambu runcing empat buah, obor empat buah, dan tedung dua buah. D. Sistem Notasi Simbol notasi ini diambil dari Panganggening Aksara Bali, yaitu ulu ( 3 ), tedong ( 4 ),taleng ( 5 ), sukiu ilut ( 6 ), suku ( 7 ),dan carik ( 1 ). Selain penggunaan simbol-simbol di atas juga dilengkapi oleh tanda-tanda yang umum dipakai dalam pencatatan/penulisan karawitan Bali seperti : 1 Tanda titik (.) Satu titik di atas simbol nada maknanya nada tersebut dimainkan lebih tinggi satu oktap dari pada nada normal. Sebaliknya satu titik di bawah simbol nada maknanya nada tersebut dimainkan lebih rendah satu oktap dari nada normal. 2 Tanda ulang ||..............|| Tanda ini berupa dua garis vertikal diletakkan di depan dan di belakang kalimat lagu yang mendapat pengulangan. 3 Garis nilai −−− −─ Garis nilai ini berupa garis horizontal yang ditempatkan di atas simbol nada, yang menunjukan nilai nada tersebut dalam satu ketukan. 4 Tanda coret pada simbol nada (/) Simbol nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa dalam prakteknya nada tersebut dimainkan dengan cara memukul sambil menutup bilahnya. 5 Tanda siku-siku (>) Simbol nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa nada-nada yang dibatasi oleh tanda ini , dalam prakteknya nada-nada tersebut dimainkan secara bersamaan.

Item Type: Article
Subjects: N Fine Arts > NX Arts in general
Divisions: Publication Unit > Article
Depositing User: Users 2 not found.
Date Deposited: 18 Nov 2011 02:04
Last Modified: 18 Nov 2011 02:04
URI: http://repo.isi-dps.ac.id/id/eprint/1157

Actions (login required)

View Item View Item