I Made, Sidia, SSP., M.Sn (2011) Nangluk Mrana. Documentation. ISI Denpasar.
Full text not available from this repository.Abstract
Berbicara masalah wacana ritual nagkluk marana, secara sekaligus kita berhubungan dengan dua istilah, yaitu upakara ‘wujud atau bentuk-bentuk persembahan’ dan upacara itu sendiri. Upakara sebagai sebuah wujud atau bentuk persembahan dalam sebuah upacara, memiliki makna tersendiri sesuai dengan fungsinya masing-masing. Struktur atau bentuk dan makna dari wacana tersebut bisa digambarkan dengan bahasa. Secara umum, bahasa-bahasa yang digunakan oleh masyarakat Hindu Bali sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan ritual itu dikenal dengan istilah mantra, japa dan saa. Yang dimaksud dengan ritual nangkluk marana adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Bali dalam hubungannya dengan segala upaya untuk menghindarkan diri dari bahaya atau kemalangan yang mungkin terjadi. Marana dalam hal ini tidak hanya berarti hama, melainkan semua penyakit, virus, dan hal-hal yang tidak baik yang mungkin akan menimpa si pemilik rumah. Dalam kepercayaan masyarakat Bali, semua marana ‘bahaya’ dan durmanggala ‘penyebab kemalangan’ yang akan datang, membawa tanda atau ciri-ciri tersendiri yang dikenal dengan durmita. Hal itu tidak diketahui oleh semua orang. Hanya orang-orang tertentu yang mendalami sastra dan ajaran agamalah yang mengetahuinya. Tanda-tanda tentang kemeranan ‘terkena bahaya’ dan kedurmenggalan ‘kemalangan’, baik yang akan terjadi pada lingkungan rumah tangga, desa, maupun negara, diuraikan secara panjang lebar dalam lontar Roghasanghara Bumi dan Tutur Lebur Gangsa. Namun, pada karya ini akan dipertunjukan bagaimana akibat dari kelalaian manusia terhadap lingkungannya yang terjadi di lingkungan rumah tangga dan ditengah masyarakat umum. Secara umum semua ritual yang berkaitan dengan nangkluk marana disebut sebagai caru. Caru adalah ritual yang dilaksanakan dengan tujuan untuk nyomia bhuta kala. Kata caru itu sendiri bermakna ‘kurban’, ‘sedekah’ (Mardiwasito, 1978:49, Suparlan, 1991:21). Sementara itu, dalam Kamus Sansekerta kata caru bermakna cantik, bagus, harmonis (Wikraman, 1998:5). Berdasarkan uraian itu, kata caru diartikan sebagai ritual dengan melaksanakan kurban atau memberi sedekah kepada bhuta kala penyebab atau penguasa segala jenis marana, dengan tujuan agar semuanya menjadi harmonis. Dalam hal ini, para bhuta kala/ Marana dimohon agar kembali ke asal/alamnya dan tidak mengganggu ataupun menimbulkan kekacauan pada alam manusia. Namun perlu diketahui bahwa, sebenarnya tidak semua ritual nangkluk marana itu disebut caru, seperti misalnya ritual Nawa Gempang dan Rsi Ghana.
Item Type: | Monograph (Documentation) |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NX Arts in general |
Divisions: | Faculty > Performing Arts Faculty > Puppetry Department |
Depositing User: | Mrs Dwi Gunawati |
Date Deposited: | 12 Jun 2012 03:25 |
Last Modified: | 12 Jun 2012 03:25 |
URI: | http://repo.isi-dps.ac.id/id/eprint/1461 |
Actions (login required)
View Item |