I Ketut, Muada
(2013)
PAKELIRAN DALEM SIDAKARYA.
Documentation.
ISI Denpasar.
Abstract
Masyarakat Bali yang masih memiliki kaitan yang kuat dengan kesenian tradisi, memandang pertunjukan wayang kulit sebagai kesenian yang mempunyai arti dan makna yang penting dalam kehidupan mereka. Apapun wujud kegunaannya di masyarakat, wayang kulit diyakini memiliki arti dan makna: sebagai penggugah rasa indah dan kesenangan, sebagai pemberi hiburan sehat, sebagai media komonikasi, sebagai persembahan simbolis, sebagai penyelenggaraan keserasian norma-norma masyarakat, sebagai pengukuhan institusi sosial dan upacara agama, sebagai konstribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas kebudayaan, dan sebagai pencipta integritas seniman atau masyarakat (Bandem dan Sedana, 1993:2).
Dewasa ini, wayang kulit semakin mendapat tantangan dari bentuk-bentuk perunjukan yang menawarkan berbagai inovasi baru, wayang kulit harus mampu berpacu dengan perubahan selera penonton. Menyadari hal ini, sebagai dalang wayang kulit, pencipta merasa terdorong untuk melakukan inovasi terhadap sajian wayang kulit dengan memasukan ide-ide baru kedalamnya. Untuk mewujudkan impian seperti ini, pencipta mencoba untuk memadukan empat komponen; wayang kulit inovasi gaya Joblar, wayang golek kreasi Bali, sendratari, dan topeng. Cerita yang digunakan untuk merajut keempat komponen ini adalah kisah Brahmana Sangkya yang kemudian diberi gelar Dalem Sidakarya oleh Dalem Waturenggong raja Bali. Untuk menawarkan gagasan baru digunakan sebuah stage yang diputar (ratating stage) yang digerakan secara manual (didorong oleh manusia). Karena unsur kelir sangat dominan dalam garapan ini, maka pencipta memformulasikan garapan ini menjadi sebuah garapan pakeliran inovatif yang diberinama Dalem Sidakarya.
Actions (login required)
|
View Item |