Si Ngurah, Pratama (2013) RUDIRA MAYA. Documentation. ISI Denpasar.
PDF (RUDIRA MAYA)
- Cover Image
Download (33kB) |
Abstract
Epos Ramayana mengisahkan tentang suka duka dari perjalanan Sang Rama dari sejak kecil sampai ajalnya. di Bali Ramayana dikenal dengan Sapta Kanda, yang artinya sapta sama dengan tujuh, dan kanda yang artinya bagian cerita, adapun tujuh kanda tersebut adalah Balakanda, Ayodhyakanda, Aranyakanda, Kiskendakanda, Sundarakanda, Yudhakanda dan Utarakanda. Kanda-kanda dari Ramayana merupakan sumber lakon yang tidak pernah habis-habisnya dan kaya dengan ajaran-ajaran agama yang bernilai tinggi serta berkembang mengikuti peradaban jaman. (Sukerta, 2009 : 11). Dalam pertunjukan wayang kulit biasanya dalang akan memilih lakon dari kanda-kanda di atas. Disamping itu banyak diantaranya seorang dalang yang mempergunakan lakon carangan, yaitu lakon-lakon dibuat oleh dalang tetapi masih mengacu kepada lakon pokok. Dengan banyaknya pertunjukan wayang yang penggarap tonton, dan beberapa buku tentang Ramayana yang penggarap baca, inilah yang menjadikan sumber inspirasi penggarap dan tergugah menciptakan lakon carangan kedalam garapan pakeliran yang bentuk teatrikal dan penyajiannya berbeda. Dengan judul “Rudira Maya” Penggarap akan mengembangkan cerita ini dengan segenap kemampuan yang penggarap miliki seperti pencahayaan memakai lampu Single Poin, lampu Elidi, lampu Polo, dan lampu Watter Lite. Judul Rudira Maya dalam garapan ini mengandung pengertian yaitu “Rudira” yang berati darah, sedangkan “Maya” berarti tidak kasat mata, sumber bencana, menakutkan. Penggabungan dua kata Rudira dan maya ini menggambarkan terlahirnya seorang raksasa sakti bernama Detya Kala Rudira Maya yang dipetik dari kisah mengucurnya darah hidung raksasi Diah Surpanaka ketika dipotong oleh Sang Laksmana sewaktu dia dirayu dengan paksa oleh Surpanaka. Kucuran darahnya kemudian dikeram oleh panasnya matahari maka terlahirlah raksasa tersebut, yang kemudian hendak membalas dendam membunuh Sang Laksmana. Lakon carangan penggarap merubah alur ceritanya agar tidak sama dengan cerita yang di pentaskan oleh dalang Ida Bagus Alit Argapatra, S.Sn, tetapi penggarap membuat lakon carangan baru yang tidak terlepas dari lakon pokok. Garapan ini masih berpedoman pada unsur-unsur tradisi, bagian bebrapa unsur yang menggunakan kreativitas atau inovasi seperti dalam penataan lampu listrik dengan menggunakan lampu dan memakai iringan dengan seperangkat gambelan Angklung berlaras selendro. Karena lakon ini sepengetahuan pengarap lakon “Rudira Maya” ini belum pernah digarap dengan memakai lampu listrik
Item Type: | Monograph (Documentation) |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NX Arts in general |
Divisions: | Faculty > Performing Arts Faculty > Puppetry Department |
Depositing User: | Mrs Dwi Gunawati |
Date Deposited: | 21 Mar 2014 07:10 |
Last Modified: | 21 Mar 2014 07:10 |
URI: | http://repo.isi-dps.ac.id/id/eprint/1920 |
Actions (login required)
View Item |