I Gede, Putra Sena
(2014)
Bayuh.
Documentation.
ISI Denpasar.
Abstract
Seperti halnya manusia yang tidak luput dari kesalahan dan setiap orang akan mengalami cobaan dan gangguan, baik secara fisik maupun secara mental dan rohani misalnya kelahiran yang cacat fisik maupun mental, ada yang sakit-sakitan, susah mencari rejeki, gangguan jiwa dan lain-lain. Orang yang memiliki karakter yang buruk seperti pemarah, malas, egois, dan keras kepala, orang tersebut perlu diruwat. Untuk menetralisir sifat buruk yang berpengaruh dan bisa mengganggu sifat seorang anak, maka dilakukanlah sebuah upacara yang diharapkan mampu mengubah prilaku dari anak yang dianggap mempunyai hari kelahiran yang kurang baik. Ruwatan adalah sebuah prosesi penyucian yang umumnya masih dipakai oleh etnis Jawa yang menganut kejawen dan umat Hindu di Bali yang salah satunya adalah bayuh oton (Singgin, 1998:vii). Masyarakat Bali sering melaksanakan upacara membayuh untuk menetralisir pengaruh buruk dari kelahiran. Mebayuh berasal dari kata bayuh. Bayuh adalah kata yang sejenis dengan kata dayuh, dayuh dalam bahasa Bali artinya sejuk, bayuh dimaksudkan menyejukkan diri manusia dari hal-hal bersifat keras atau panas kelahirannya (Singgin,1998:05).
Beranjak dari fenomena diatas, timbul imajinasi penata tentang bagaimana proses suatu penetralisiran akan menimbulkan gejolak-gejolak perlawanan antara kekuatan positif dan negatif sehingga penata terinspirasi untuk mentransformasikan ke dalam sebuah bentuk komposisi karawitan Tabuh Telu Pepanggulan Kreasi dengan media ungkap gamelan Gong Kebyar. Gong kebyar merupakan gamelan golongan baru yang berlaras pelog lima nada. Sesuai dengan identitas dari Gong Kebyar yaitu ngebyar yang dapat membuat suasana keras, lincah, agung, dan lain-lain dalam suatu karya atau tabuh-tabuh dari Gong Kebyar.
Actions (login required)
|
View Item |