I Wayan, Suarjaya
(2010)
EKSISTENSI DESA PAKRAMAN DALAM PELESTARIAN ADAT DAN BUDAYA BALI.
Mudra (JURNAL SENI BUDAYA), 25 (2).
pp. 120-130.
ISSN 0854-3461
Preview |
|
PDF (EKSISTENSI DESA PAKRAMAN DALAM PELESTARIAN ADAT DAN BUDAYA BALI)
- Cover Image
Download (4MB)
| Preview
|
Abstract
Abstrak
Desa pekraman adalah organisasi tradisional masyarakat Bali, dan organisasi ini, pada saat yang sama, merujuk kepada adanya masyarakat. Bentuk struktur organisasinya beragam dan pengalaman pasang surut berawal dari zaman Bali kuna, zaman kerajaan di Bali, zaman kolonial, hingga zaman reformasi. Penggunaan istilah ini sebagai identitas organisasi tradisional pertama kali disebut sebagai wanua pada zaman Bali kuna, kraman pada masa kerajaan, desa adat pada zaman penjajahan Belanda. Istilah desa adat masih digunakan pada masa kemerdekaan; dan, setelah zaman reformasi desa pakraman desa, sesuai dengan Perda (Peraturan Pemerintah) No.3 Tahun 2003, digunakan. istilah desa pakraman yang menjadi tulang punggung bagi kelangsungan kehidupan adat, budaya dan agama Hindu di Bali. Tugas pokoknya adalah melaksanakan upacara panca yadnya yang dilaksanakan oleh desa/kelurahan berdasarkan awig-awig (aturan masyarakat), permasalahn politik yang mempengaruhi kehidupan orang Bali, maupun susunan desa pakraman. Juga, pengaruh yang bersifat positif atau negatif; khusus yang negatif dipandang bisa merangsang sumber konflik antar anggota desa pakraman desa.
The Existence of Desa Pakraman in Preserving Bali’s Tradition and Culture Abstract
Desa Pekraman is the traditional organization of Bali’s society, its attendance at the same time with existence of the society. The structure form of organization varies and experience of ebb started from the ancient Bali epoch, monarchic epoch in Bali, colonial epoch, until the reform epoch. The use of the term as a traditional organization identity was first referred to as Wanua in the ancient Bali epoch, kraman in the empire period, desa adat (custom village) in the epoch the Dutch colonization. The term desa adat (custom village) still used in the independence period; and after the reform epoch the term desa pakraman, as according to Perda (Government Rule) No.3 Year 2003, has been used. Desa pakraman has become the backbone of continuity for the customary life, cultural and Hinduism in Bali. Its fundamental duty is to execute the panca yadnya ritual which is carried out by the desa/village based on the awig-awig (society’s rule). Political issues influence the life of the Balinese as well the arrangement of the desa pakraman. The influence an be either positive or negative; the negative one stimulates the source of conflicts within members of the desa pakraman.
Keywords : Desa pakraman and culture of Bali
Actions (login required)
|
View Item |