ISI Denpasar | Institutional Repository

KEBUDAYAAN DAN KEBIJAKAN KERUANGAN: ESENSI BUDAYA DALAM PENGATURAN BATAS KETINGGIAN BANGUNAN DI BALI

Gusti Ayu Made, Suartika (2010) KEBUDAYAAN DAN KEBIJAKAN KERUANGAN: ESENSI BUDAYA DALAM PENGATURAN BATAS KETINGGIAN BANGUNAN DI BALI. Mudra (JURNAL SENI BUDAYA), 25 (2). pp. 131-149. ISSN 0854-3461

[img]
Preview
PDF (KEBUDAYAAN DAN KEBIJAKAN KERUANGAN: ESENSI BUDAYA DALAM PENGATURAN BATAS KETINGGIAN BANGUNAN DI BALI) - Cover Image
Download (4MB) | Preview

Abstract

Abstrak Tulisan ini mendiskusikan nilai dan wujud budaya, dengan memakai batas ketinggian bangunan 15 m di Bali sebagai media pembahasan. Perwujudannya merupakan bagian dari hasil penelitian fundamental, yang didanai oleh Departemen Pendidikan Indonesia. Studi yang dimaksud dikontekstualisasikan oleh terjadinya perdebatan berkelanjutan terkait Peraturan Daerah Nomor 3 (2005) yang kontroversial. Peraturan ini memberikan ijin bagi pembangunan struktur berketinggian melebihi batas ketinggian yang sedang berlaku, tata aturan yang kemungkinan merusak tatanan budaya lokal. Artikel ini bukan penolakan ataupun persetujuan terhadap perubahan regulasi yang ada. Tetapi, memberi penekanan pada ide budaya sebagai karakter penentu dalam organisasi keruangan di Bali. Argumentasi di dalamnya dikonsentrasikan pada budaya keruangan dan dinamisasinya – territoriality. Melalui penerapan Matrix of Culture, sebuah metode penelitian kualitatif yang diderivasi oleh seorang anthropologis, E.T. Hall (1973: 50-129), keruangan strategis berfungsi budaya didefiniskan, dikorelasikan dalam sembilan dimensi budaya. Artikel ini dipresentasikan dalam empat bagian. Bagian pertama, mengkaji pembatasan ketinggian bangunan di Bali. Bagian kedua dan ketiga menganalisa wujud dan praktek budaya keruangan, yang dikonsepsikan berperan penting dalam pengaturan ketinggian bangunan, jika kebudayaan Bali akan dilestarikan. Bagian keempat, menggambarkan kesimpulan-kesimpulan mendasar yang akan mempengaruhi pembangunan berbudaya di Bali ke depannya. Culture and Spatial Policy: The Importance of Culture in Regulating Height Limit of Buildings in Bali Abstract This paper discusses cultural forms and values, using the medium of the existing building height restriction in Bali of 15 m. The results form part of findings emanating from fundamental research activities funded by the Indonesian Department for Education. The study has been contextualised in the ongoing debate over Bali’s contentious Local Government Regula- tion No 3, (2005). That directive authorises structures exceeding the currently imposed height limit, one which could be detrimental to local culture. The article is neither a rejection of the aforementioned regulatory amendment nor is it an approval. However, it does emphasize the idea that culture should be the determining characteristic of Bali’spatial organisation. The argument concentrates on the culture of space and its dynamics - territoriality. Using a qualitative research method of Matrix of Culture derived by anthropologist, E.T. Hall (1973: 50-129), culturally strategic territorialities are defined, correlated within nine cultural dimensions. The article will be presented in four sections. Firstly, it examines building height restrictions in Bali. The second and third sections analyse territorial cultural forms and practices which are deemed important to the building height restriction, if the Balinese culture is to be sustained. Fourth, significant conclu- sions are drawn which affect Bali’s cultural future development. Keywords: Bulding height, cultural forms, cultural practices, spatial planning

Item Type: Article
Subjects: N Fine Arts > NX Arts in general
Divisions: Publication Unit > Journal > Mudra Journal
Depositing User: Mrs Dwi Gunawati
Date Deposited: 31 Jul 2015 02:12
Last Modified: 31 Jul 2015 02:12
URI: http://repo.isi-dps.ac.id/id/eprint/2130

Actions (login required)

View Item View Item