Ida Ayu Wayan, Arya Satyani, S.Sn and Kadek , Diah Pramanasari, S.Sn and Selly, Oktarini, S.Pd and Ni Luh, Lisa Susanti and Ni Made, Haryati, S.Sn and Ni Wayan , Megawati and Desak Putu, Eka Parwati, S.Pd and I Made , Setiara, SSP and I Made Gede , Kariyasa, S.Sn and I Gusti Ngurah , Alit Suparyawan, S.Sn and Komang , Wahyu Dinata and Syarief, Munawar, S.Sn and I Wayan, Eka Supartha, S.Sn and I Putu, Githa Herdia W., S.Pd and I Made , Bakti Wiasa, S.Sn and Dewa Gede, Purwita, S.Pd and I Gede, Agus Rai, S.Sn and I Made, Bayu Yasana, S.Sn and Sunardy, Kasim, S.Pd and I Made, Suwasa Astawa, M.Sn and Wayan , Angga Kesuma Muliawan and I Gede Putu, Bayu Sanjaya, S.Sn and Gede, Sutrawan, S.Sn and A.A. Gde, Tugus Hadi Iswara A.M., S.Sn and Ni Luh Kadek, Resi Kerdiati, S.Sn and Dra. Sunarmi,, M.Hum and Dra. Ninik, Srirejeki Hs and I Gde, Agus Indram Bayu Artha, S.Sn and Agus Ngurah, Arya Putraka, S.Sn and Ngurah , Primarta,S.Sn and Ni Putu, Ayu Kusuma Dewi and Dwi, Novitasari and Ni Wayan, Nandaryani, S.Sn and I.B Ketut, Adi Permana, S.Sn and A.A. Ngurah Gde, Damatta Amitabha, S.Sn and Dewa Ayu Putu, Leliana Sari, S.Pd and Drs. Tjok Gde, Abinanda Sukawati and I Ketut , Setiawan, S.Pd and Gede Pasek, Putra Adnyana Yasa, SST and Dr. Edy, Tri Sulistyo, M.Pd and Dra. Desak Nyoman, Alit Sudiarthi, M.pd
(2013)
LOKALITAS DALAM SENI GLOBAL TAHUN 2013.
LOKALITAS DALAM SENI GLOBAL (Program Pascasarjana Penciptaan dan Pengkajian Seni)
.
ISI Denpasar, Jalan Nusa Indah Denpasar, Bali.
ISBN 978-602-98855-6-9
Abstract
Globalisasi yang sedang diwacanakan ternyata melampaui batas-batas kata world. Globalisasi mengisyaratkan mengenai poin-poin lokal seni budaya yang tersebar di manapun dapat disebut aktivitas global. Jim Supangkat memberikan pandangannya mengenai global art bahwa upaya mengidentifikasi global contemporary art yang justru mempertanyakan tanda-tanda keseragaman. Sejarawan terkemuka Hans Belting memulainya dengan melihat global contemporary art sebagai “global art” yang harus dibedakan dari world art. Bagi Hans Belting, pengertian world art mencerminkan pemahaman modernisme yang hegemonik(1). Jadi secara struktur world art masih sebatas klaim bahwa pandangan dunia Barat merupakan pandangan yang mampu diaplikasikan ditiap pelosok kebudayaan dunia, padahal jika dibaca secara teliti hal ini sebatas hegemoni dari moderisme dengan jargon world art.
Global art menurut Hans Belting sama sekali bukan tanda-tanda munculnya kenyataan yang diprediksi universalisme. Global Art muncul karena sebab sebab ekonomi. Perkembangannya di art market tidak peduli pada keseragaman pada universalisme. Bisnis membuat global contemporary art memedulikan kekuatan lokal demi kepentingan bisnis(2). Global art mampu merangkul tiap-tiap aspek lokal yang walaupun ada sebuah kepentingan namun keberpihakannya mengankat nilai- nilai lokal didalam percaturan medan sosial seni sudah selayaknya diapresiasi. Tidak ada batas antara Timur dan Barat, semua kebudayaan itu bersifat global.
perlu juga diuraian mengenai batas-batas istilah “lokal” serta “global art” dalam kesempatan ini karena sering terjadi pemaknaan yang bias. Istilah “lokal” didalam seminar yang bertajuk “Lokalitas dalam Global Art” berada pada wilayah artefak-artefak kebudayaan lokal yang terdapat di Bali khususnya, ikon-ikon lokal yang mencirikan lokal jeniusnya. Sedangkan Global art berkutat kepada wacana seni yang diangkat dengan kekuatan lokal serta mampu diwacanakan diseluruh penjuru atau pelosok dunia.
Note:
(1) Lihat “Contemporaneity”: Biennale Indonesia Awards
2010. Pewacanaan Contemporaneity oleh Jim
Supangkat. (
2) Ibid.
Actions (login required)
|
View Item |