ISI Denpasar | Institutional Repository

ARTIKEL KARYA SENI TALI JAGAT

I Komang, Adi Saputra (2016) ARTIKEL KARYA SENI TALI JAGAT. Documentation. ISI Denpasar.

[img]
Preview
PDF (ARTIKEL KARYA SENI TALI JAGAT) - Cover Image
Download (106kB) | Preview

Abstract

Tali Jagat adalah sebuah karya seni karawitan, dilihat dari pembendaharaan katanya Tali Jagat dapat dibedah menjadi dua kata yaitu Tali dan Jagat. Tali diartikan suatu benda untuk mengikat dan Jagat diartikan seluruh isi di muka bumi ini. Berdasarkan pengalaman penata mengikuti Upacara Piodalan Mesorwan, maka dari hal tersebut penata mengangkat pemaknaan dari tradisi dan budaya yang terikat dengan upacara adat di Bali. Dalam proses penciptaan sebuah karya seni, para seniman biasanya menggunakan pengalaman pribadi, maupun peristiwa di sekitarnya sebagai sumber acuan atau inspirasi dalam berkarya. Sumber-sumber penciptaan seperti dalam kehidupan bermasyarakat, melalui fenomena alam, cerita pewayangan, dan babad. Kesesuaian dan keterkaitan rangkaian upacara dengan gamelan yang mengiringi adalah bentuk ikatan tradisi yang saling mendukung dan saling membutuhkan. Unsur-unsur sakral dan tradisi Bali inilah yang menjadi pengikatnya. Penata tertarik untuk mengangkat unsur-unsur kesakralan tersebut dan menjadikan seluruh ciri khas dari masing-masing gamelan yang mengiringi upacara Piodalan Mesorwan secara tidak utuh menjadi satu karya karawitan yang utuh. Keadaan ini penata alami ketika mengikuti upacara Piodalan di Pura Dalem Gede di Desa Lodtunduh, Ubud. Upacara ini dilakukan selama empat hari berturut-turut yang disebut dengan Piodalan Masorwan. Piodalan adalah sebuah tradisi adat istiadat di Bali yang selalu dilaksanakan pada hari-hari tertentu yang direncanakan pada saat pembuatan pura tempo dulu. Masorwan adalah sebuah nama sesajen (banten) yang tingkatnya lebih tinggi dari Piodalan Alit. Piodalan Alit adalah sebuah upacara keagamaan di Bali yang kerap kali dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Upacara tersebut biasanya dilaksanakan tepat pada hari-hari yang sudah di tentukan dengan memakai sesajen sebisa mungkin tidak diharuskan menggunakan sorwan atau sesajen besar. Ketika itu penata sedang beristirahat, tiba-tiba terdengar suara kentongan (kukul) pada saat itu menunjukan tepat pukul empat pagi. Secara serentak seluruh masyarakat di dusun tersebut bersama-sama menuju wantilan tempat dimana biasanya umat agama Hindu melakukan persiapan sarana dan prasarana sebelum upacara piodalan. Rangkaian upacara Piodalan Masorwan diawali dengan ritual mecaru. Ritual tersebut bertujuan menetralisir atau membersihkan seluruh lingkungan pura dari kotoran atau dari mahluk gaib (Bhuta kala) yakni dengan menghaturkan sesajen yang sudah disiapkan sehari sebelum upacara piodalan. Setelah upacara tersebut dilanjutkan dengan tradisi mendak, hal ini dikhususkan kepada warga laki-laki dimana seluruh komponen Tapakan baik Barong maupun Rangda, diungsung dari Pura Puseh menuju Pura Dalem diiringi gamelan Baleganjur. Setelah sampai di pura, seluruh Tapakan keliling tiga kali menurut putaran bumi yaitu ke arah kanan di Panggung suci dengan menghaturkan sesajen Segan manca warna dengan ditambah menghaturkan ayam  brumbun dan ayam hitam yang dipenggal atau dipotong. Prihal tersebut menunjukan sebuah rasa penghormatan kepada seluruh Tapakan. Panggung suci adalah sebuah bangunan kecil yang terletak di tengah-tengah bangunan pura, tepatnya di belakang Pemedal (tempat masuk Pura). Pada hari pertama piodalan, warga desa berkumpul untuk melakukan persiapan tradisi yang dikenal dengan mesucian atau ngening. Tradisi tersebut dipercayai untuk membersihkan Tapakan baik secara Sekala dan Niskala. Dengan berjalan kaki menuju tempat air suci maupun Pura Beji yang tempatnya tidak jauh dari Pura Dalem. Usai tahapan-tahapan tersebut dilanjutkan dengan persembahyangan, yang diikuti oleh seluruh masyarakat yang hadir dengan dipandu oleh pendeta. Persembahyangan tersebut diawali oleh pendeta menghaturkan sesajen yang dibantu oleh pengayah perempuan dari proses ngayab, melis hingga persembahyangan dimulai, setelah persembahyangan dimulai pengurus pura seperti Klian adat atau Bendesa membantu pendeta untuk mengarahkan persembahyangan hingga persembahyangan selesai. Selanjutnya diakhir upacara terdapat sebuah tarian klasik ditarikan oleh penari perempuan (pengayah) yang sering disebut dengan tari Pependetan. Di hari kedua tepat Manis Piodalan terdapat sebuah ayah-ayahan hiburan yang mementaskan sebuah tarian Legong dan tarian lainya. Hari ke tiga masyarakat melakukan persembahyangan seperti biasanya namun sebelum persembahyangan dimulai pertama-tama seluruh tapakan dibawa ke depan pelinggih dengan melakukan ritual Muspang Ratu Gede. Setelah ritual tersebut usai, kini dilanjutkan persembahyangan seperti biasanya. Ritual tersebut bertujuan memberi rasa hormat kepada seluruh Tuhan yang bersemayam di pura tersebut. Pada hari terakhir masyarakat melaksanakan Upacara Panyineban. Dengan diawali menghaturkan sesajen Segan mancawarna dan Sambleh kucit butuan atau ayam brumbun. Setelah itu seluruh Tapakan keliling tiga kali melepas ikatan bumi ke arah kiri di panggung suci dan langsung menuju pura dimana beliau bersemayam. Dalam garapan ini tidak menggunakan pola struktur atau unsur Tri Angga melaikan menggunakan bagian, yang terdiri dari bagian 1, bagian 2, bagian 3, bagian 4, dan bagian 5. Media yang digunakan yakni gamelan Gong Kebyar dan gamelan Semar Pegulingan yang dimainkan secara bergilir. Gamelan Gong Kebyar menggunakan Laras Pelog lima nada dan gamelan Semar Pegulingan adalah gamelan Pelog tujuh nada. Dalam gamelan Gong Kebyar menggunakan Laras Pelog lima nada yang terdiri dari : 3 nding,4 ndong, 5 ndeng, 7 ndung, 1 ndang. Namun jika gamelan Semar Pegulingan Menggunakan gamelan Laras Pelog tujuh nada yang terdiri dari : 3 nding, 4 ndong, 5 ndeng, 6 ndeung, 7 ndung, 1 ndang, 2 ndaing. Perbedaan alat gamelan dan fungsi dimasing-masing gamelan sudah tentu beda tersebut dari sebuah warna suara gamelan yang dimainkan dan ditimbulkan, suara dari gamelan Gong Kebyar sangat mengglegar dan suara dari gamelan Semar Pegulingan sangat tinggi dan membawa kesan damai. Gamelan Semar pegulingan pada umunya digunakan untuk mengiringi peraduban Sang Raja, namun sakeng perkembangan zaman gamelan tersebut digunakan untuk mengiringi tarian Gambuh. Lain halnya dengan gamelan Gong Kebyar. Gamelan Gong Kebyar difungsikan sebagai pengiring upacara dan tari-tarian kebyar di Bali utara.

Item Type: Monograph (Documentation)
Subjects: N Fine Arts > NX Arts in general
Divisions: Faculty > Performing Arts Faculty > Karawitan Department
Depositing User: Mrs Dwi Gunawati
Date Deposited: 28 Nov 2016 00:25
Last Modified: 28 Nov 2016 00:25
URI: http://repo.isi-dps.ac.id/id/eprint/2304

Actions (login required)

View Item View Item