ISI Denpasar | Institutional Repository

PENCITRAAN GUNUNG DALAM BUDAYA BALI: KAJIAN FUNGSI DAN MAKNA SIMBOLIK BENTUK MOTIF HIAS PADA PADMASANA

I Made , Jana (2017) PENCITRAAN GUNUNG DALAM BUDAYA BALI: KAJIAN FUNGSI DAN MAKNA SIMBOLIK BENTUK MOTIF HIAS PADA PADMASANA. Documentation. ISI Denpasar, Institut Seni Indonesia Denpasar, Jl. Nusa Indah Denpasar.

Full text not available from this repository.

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini ingin mengetahui konsep-konsep dan pencitraan gunung dalam pandangan masyarakat Hindu di Bali, sebagai representasi estetik dalam penciptaan karya seni dan arsiktektur yang relegius. Melalui kajian ini, akan memperoleh kejelasan dan memberikan pemahaman yang otentik terhadap fungsi dan makna simbolik maupun filosofis di dalam bingkai kebudayaan Hindu di Bali. Metode yang digunakan, yaitu melalui pendekatan sosio-relegius yang mengacu pada mithologi gunung dan pengaruhnya terhadap kebudayaan asli Indonesia, khususnya di Bali. Metode ini merupakan bagian dari metode deskriptif atau kualitatif. Data yang diperlukan dikumpulkan melalui studi pustaka, observasi dan wawancara. Data ini diolah, dikatagorisasi dan direduksi; kemudian dianalisis menggunakan analisis tekstual, kontekstual dan interpretatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, citra gunung dalam bentuk bangunan padmasana mengikuti konsep anantasana, singhasana, padmasana. Sebagaimana tersurat dalam arghapatra: Sanghyang Padmasana tumumpang ring Sanghyang Catur Airswarya, ikang catur Airswarya tumumpang ing Anantasana. (artinya: Sanghyang Padmasana berada di atas Sanghyang catur Airswarya, Sanghyang catur Airswarya berada di atas anantasana. Yang dimaksud Sanghyang Catur Airswarya adalah Singhasana, yang dilukiskan berupa segi empat, sementara padmasana adalah lingkaran, dan anantasana dilukiskan berupa bentuk segi tiga. Anantasana dilukiskan berbentuk segi tiga, yang dimaksudkan adalah Bedawang Nala, Naga Anantabhoga dan Naga Bhasuki. Singhasana adalah catur Airswarya terdiri atas dharma, Jnana, Wairagya dan aiswarya, Padmasana dilukiskan dalam bentuk kelopak bunga teratai berjumlah delapan. Di puncaknya adalah dewa pratistha sebagai sthana Hyang Siwa. Konsepsi pembuatan padmasana sebagai bangunan tempat suci tidak lepas dari peranan Danghyang Nirartha, bahwa pendirian padmasana, bersumber dari teks-teks sastra agama Hindu, dan identik dengan narasi adiparwa dalam pemuteran gunung Mandara di Ksirarnawa. Apabila dicermati secara seksama juga sesuai dengan puja yang digunakan oleh pendeta Siwa-Buddha pada saat mensthanakan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Apabila diperhatikan cerita naratif yang diangkat ke dalam bentuk bangunan padmasana, menggambarkan peranan Wisnu yang sangat mengagumkan sebagai penopang alam semesta atau sebagai penyelamatan dunia. Wisnu dalam keyakinan umat Hindu disebut sebagai awatara. Dalam hal ini Wisnu mengandung makna yang meresapi segalanya, merupakan salah satu manifestasi Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan sebab pertama dari segalanya, jiwa segalanya, berada dimana-mana, tidak terbatas, sifat-Nya, aktivitas-Nya dan perwujudan kemahakuasaan-Nya tidak terbatas. Sebagai perwujudan alam semesta. Ia memasuki, membimbing dan mengatur segalanya. Terciptakan oleh-Nya, diresapi oleh-Nya. Matahari adalah matanya Wisnu, yang melihat semuanya; dengan energinya semua kehidupan tumbuh subur. Pemunculan matahari setiap hari disambut sebagai kesempatan yang menguntungkan bila pendeta Brahmana mengucapkan mantram gayatri. Mantram ini dilakukan dipagi hari, dan diulangi lagi disiang hari dan saat terbenamnya, dengan memanggil matahari yang menyinari dunia dan surga dengan inspirasi yang suci. Doa yang lain, yaitu memberikan penghormatan kepada Ibu pertiwi dan mohon pelindungannya: yaitu ‘Oh Ibu Pertiwi dunia ini dipertahankan oleh-Mu. Oh Dewi engkau ditegakkan oleh Wisnu. Mohon kemurahan-Mu untuk menyucikan tempat duduk ini dan tuntunlah hamba setiap hari. Bumi dan matahari menyediakan tempat bagi pengalaman manusia. Matahari ”matanya Tuhan” memberikan energy dan kehidupan seterusnya, menyuburkan tanah, merupakan ibu dari mana manusia itu dilahirkan. Penghayatan terhadap hakikat ajaran ketuhanan dalam agama Hindu, secara mental maupun ritual dapat dipelajari dari cerita-cerita dalam wiracarita atau asthadasaparwa yang terkait dengan pencarian tirtha amerta, seperti pemutaran Gunung Mandara dan diberi makna spiritual sebagai sesuatu yang terjadi dalam diri atau perjalanan ke dalam diri. Penggunaan sarana berupa simbol seperti yang dipahatkan pada padmasana sangat bermanfaat di dalam menumbuhkan rasa bhakti umat, baik secara individu maupun kelompok. bahwa simbol keagamaan mampu mengungkapkan suatu modalitas yang nyata atau suatu struktur dunia yang tidak tampak pada pengalaman langsung. Dalam mengilustrasikan bagaimana sebuah simbol mampu mengungkapkan modalitas kenyataan yang tak terjangkau oleh pengalaman manusia. Misalnya simbolisme air yang mampu mengekspresikan kondisi pra-formal, virtual dan kaotis. Bahwa sangat jelas sekali hal ini bukan masalah pengetahuan rasional, melainkan kesadaran hidup yang menangkap realitas melalui simbol, lebih dari sekedar refleksi. Kata kunci: Citra gunung, makna, simbol dan budaya Bali. ABSTRACT This study investigates the concepts and imagery in the view of the mountain in Bali Hindu society , as an aesthetic representation in the creation of works of art and the relegius arsiktektur . Through this study , will gain clarity and give an authentic understanding of the function and meaning of symbolic and philosophical frame in the Hindu culture in Bali . Methods are used , namely socio - relegius approach which refers to mythological mountain and its effect on indigenous cultures of Indonesia, especially in Bali . This method is part of a descriptive or qualitative methods . Necessary data were collected through literature review, observation and interviews . This data is processed , and reduced classified ; subsequently analyzed using analysis of textual , contextual and interpretative . The results showed that , the image of the mountain in the form of the building follows the concept anantasana padmasana , singhasana , padmasana . As written in arghapatra : Sanghyang Padmasana tumumpang ring Sanghyang Catur Airswarya, ikang catur Airswarya tumumpang ing Anantasana ( meaning : Padmasana is above Trance Trance Airswarya chess , chess Trance Airswarya is above anantasana . Referred Trance Airswarya Chess is Singhasana , which is depicted in the form of a rectangle, while padmasana is a circle , and anantasana described a triangular shape . Anantasana depicted shaped triangle , is intended Bedawang Nala , Naga and Naga Anantabhoga Bhasuki . Singhasana chess Airswarya is composed of dharma , Jnana , Wairagya and aiswarya , Padmasana is described in the form of eight lotus petals . was at its peak as sthana Hyang Pratistha god Shiva . Conception of creation as the padmasana shrine building is the role Danghyang Nirartha , that the establishment padmasana , sourced from literary texts of Hinduism , and is identical to the narrative in Pemuteran adiparwa Mandara mountain in Ksirarnawa . If carefully observed also in accordance with the puja used by the Shiva - Buddhist priest at put the time of Ida Sang Hyang Widhi Wasa . If the note is lifted into a narrative story in a form of padmasana building , describing the role of Vishnu which was amazing as the support of the universe or as rescue world . Vishnu in Hindu belief known as Awatara . In this case implies that Vishnu pervades everything , is one manifestation of the Almighty God , which is the first cause of all things , the soul of everything , is everywhere , is not unlimited , His nature , His activities and the realization of His omnipotence is not limited . As the embodiment of the universe . He entered , guide and set everything up . Being created by Him , impregnated by him . The sun is his eye Vishnu , who saw it all ; with energy all life thrives . Greeted the appearance of the sun every day as a favorable opportunity when the Brahmin priest say gayatri mantram . The Mantram done in the morning , and repeated again during the day and at the west, by calling the sun is shining on the world and heaven with holy inspiration . Another prayer , which is paying tribute to the mother earth and hope protection : ' Oh Mother Earth is maintained by world - You . Oh Goddess you are enforced by Vishnu . Beg Thy mercy to purify this seat and lead servant every day . The earth and the sun providing a place for the human experience . Sun " eyes of God " gives life energy and so on , nourish the soil , which is the mother of the man born . Appreciation of the essence of the teachings of the divine in Hinduism , mentally and ritual can be learned from the stories in the epic or asthadasaparwa related searches Alexis , such as playback Mount Mandara and given spiritual meaning as something that happens inside or journey into the self . The use of means in the form of symbols such as carved in padmasana is very useful in people develop a sense of devotion , either individually or in groups . that religious symbols able to express a modality real world or a structure that is not visible on direct experience . In illustrating how a symbol capable of expressing modality reality beyond the reach of human experience . For example, the symbolism of water that is able to express the condition of before officially , virtual and kaotis . Very clear that this is not a matter of rational knowledge , but awareness of life that captures the reality through symbols , more than a reflection . Keywords : mountain image , meaning , symbols and culture of Bali .

Item Type: Monograph (Documentation)
Subjects: N Fine Arts > NX Arts in general
Divisions: Faculty > Fine Arts and Design Faculty > Craft Department
Depositing User: Mrs Dwi Gunawati
Date Deposited: 12 Dec 2017 01:43
Last Modified: 12 Dec 2017 01:43
URI: http://repo.isi-dps.ac.id/id/eprint/2568

Actions (login required)

View Item View Item