A.A.A , Kusuma Arini
(2011)
Puri Karangasem Menjalin Kekerabatan Dengan Masyarakat Islam Dan Sebagai Pengayom Kesenian.
Artikel Bulan April (2011), 2 (4).
p. 1.
Preview |
|
PDF (Puri Karangasem Menjalin Kekerabatan Dengan Masyarakat Islam Dan Sebagai Pengayom Kesenian)
- Published Version
Download (21kB)
| Preview
|
Abstract
I. Menjalin kekerabatan dgn masyarakat Islam
a. Sejarah asal mula meluaskan daerah kekuasaan ke P.Lombok, (Lombok Barat sebagian besar beragama Hindu), ada dua versi menurut babad Sasak, Babad Karangasem dan cerita dari orang2 tua.
- 3 raja bersaudara memerintah bersama dan seorang diantaranya yi A.A.Anglurah Kt.Karangasem akan memimpin pasukan ke Lombok pd tahun 1692.
- Versi I sbg petunjuk keponakan raja seorang yg sakti, lihatlah diseberang timur lautan tanahnya subur, jangan ke Barat, berarti berani pd raja yg lebih perkasa
- Versi II atas permohonan Arya Banjar Getas yg mengutus adiknya Arya Kertawaksa menghdp raja Karangasem mohon bantuan untuk mengalahkan raja Selaparang.
- Saat berangkat pagi-pagi dari pantai Jasri dgn empat buah perahu dan empat puluh prajurit kebal dari desa Seraya dibawah pimpinan A.A Anglurah Kt.Karangasem dan Arya Kertawaksa, daun2 pohon kepel yg ada di pura Bukit jatuh berguguran menjelma menjadi ribuan kupu2 kuning. Gerombolan kupu2 kuning terbang memenuhi angkasa sebagai pemandu dan pelindung perahu2 yg menyeberangi Selat Lombok yg terkenal deras arusnya.
- Prajurit Selaparang yg siaga dipantai lari berhamburan karena mengira yg datang ribuan prajurit, namun hal itu dikelabui oleh kilauan cahaya kupu2 kuning tsb
Setelah laskar Karangasem tiba dipantai Lombok, gerombolan kupu2 kuning itupun menghilang diangkasa.
- Dalam perang selama 117 hr tsb, dikala para prajurit istirahat makan dengan pola magibung, mereka membuat atraksi dengan menyanyikan tembang2 Sasak diiringi tarian sambil duduk. Atraksi tsb akhirnya menjadi sebuah suguhan yg menarik yg kemudian disebut Cakepung, berasal dari kata Jag Kepung yg artinya ayo kejar.
- Demikian pula selama istirahat mereka latihan perang dgn mengenakan penangkis badan yg disebut tamiang atau ende dan sebuah tongkat dari rotan. Latihan ini selanjutnya menjadi tari Gebug Ende yg sekarang masih dilestarikan di desa Seraya sbg peninggalan leluhur mereka
Actions (login required)
|
View Item |