I Nyoman, Sudiana and I Gede, Yudarta and I Gede, Mawan
(2010)
Asal-Usul dan Sejarah Gamelan Gambang di Banjar Jeroan Desa Tumbak Bayuh.
Artikel Bulan Mei 2010, 5.
pp. 1-2.
Preview |
|
PDF (Asal-Usul dan Sejarah Gamelan Gambang di Banjar Jeroan Desa Tumbak Bayuh)
- Published Version
Download (71kB)
| Preview
|
Abstract
Secara umum gamelan Gambang di Bali diperkirakan muncul pada abad IX-X Masehi, dimana hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya data-data sejarah dan Prasasti yang memiliki angka tahun pada abad tersebut. Namun demikian, prihal keberadaan gamelan Gambang di Desa Tumbak Bayuh hingga kini belum dapat dipastikan keberadaannya yang mana hal ini disebabkan oleh kurangnya data-data tertulis maupun fakta atau bukti fisik lainnya seperti, prasasti, lontar, maupun tulisan-tulisan lainnya yang dapat dijadikan bukti otentik tentang keberadaannya.
Menurut penuturan I Made Langsih (wawancara tanggal, 26 Juli 2009) selaku klian Gambang di Banjar Gunung Jeroan Desa Tumbak Bayuh, diceritakan bahwa, pada jaman dahulu ada seorang petani miskin yang sangat tekun mengerjakan tanahnya di wilayah Pesawahan Mengening. Sawahnya ini terletak dipinggir hutan yang luasnya sekitar 2 hektar. Pada saat menggarap lahan pertaniannya tersebut setiap akan istirahat untuk makan siang atau sekedar melepaskan lelahnya, petani itu pergi ke hutan tersebut.
Pada suatu hari, ketika ia sedang berteduh di hutan tersebut, ia dijumpai oleh seorang wanita yang belum pernah dikenalnya. Wanita itu menawarkan seperangkat gambelan bambu dengan harga dua ratus dua puluh lima kepeng (satak selae kepeng). Dengan uang sebanyak itu, kembalilah petani itu menemui wanita tadi. Setelah tawar-menawar, wanita penjual gambelan tersebut tidak mau melepaskan gambelannya kalau tidak seharga yang diberitahukan tadi, yaitu seharga dua ratus dua puluh lima kepeng. Teringatlah petani bahwa pada tempat kapur sirihnya (selepa) ada tersimpan uang lima kepeng lagi. Sekarang genaplah seharga yang diminta oleh wanita tadi. Setelah gambelan tersebut diperiksa dan dicoba memasangnya petani itu menjadi ragu melihat ukuran bilah-bilahnya tak rata panjang pendeknya. Melihat keraguan dari pembelinya, wanita itu lalu memberi penjelasan dan memasang serta menyusun bilah-bilahnya. Setelah tersusun disuruh mencoba memukulnya. Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa susunan bilah-bilah gambelan tersebut adalah sama dengan Palih Wadah. Karena gambelan ini hanya boleh dipakai mengiringi upacara ngaben saja, Gambelan tersebut diberitahu namanya adalah Gambang. Setelah memperoleh penjelasan, dengan rasa puas petani itu pulang membawa gambelan itu. Tiada berapa jauh berjalan lalu dia menoleh wanita penjual gambelan tadi, tapi di tempat itu seolah-olah gaib saja. Setelah sampai di rumah timbulah rasa kesal kenapa membeli gambelan yang tidak bisa kita memainkan dan sama sekali tidak tahu gending atau tabuh apa yang dipakai dalam gambelan itu.
Diceritakan selanjutnya, petani itu sebagai biasa mengerjakan tanahnya. Pada suatu hari yang amat terik berteduhlah ia dipinggir hutan itu dibawah pohon besar. Sedang melepaskan lelahnya dibawah pohon besar itu datanglah dua ekor burung gagak yang satu berbulu putih. Petani itu kaget karena mendengar burung gagak itu biasa bercakap-cakap sebagai manusia. Agar dapat mendengar percakapan kedua burung itu semakin disembunyikan dirinya. Dari percakapan kedua burung itu dapat didengarnya sebagai berikut :
Gagak hitam menanyakan apakah sebabnya gagak putih bisa pulang ke bumi atau sebaliknya. Dari jawaban gagak putih, bahwa dirinya bisa pulang pergi dari sorga ke bumi, disebabkan dirinya tahu lagu yang bisa mengantar dirinya ke sorga. Mendengar penjelasan ini gagak hitam bersikeras mohon diajarkan lagu itu agar ia bisa juga sebagai gagak putih, yaitu pulang pergi ke sorga. Gagak putih, bersedia mengajarkan lagu tersebut asal jangan sampai ada manusia turut mendengarnya.
Disuruhnya gagak hitam mengawasi sekelilingnya dengan seksama. Karena terlalu gembiranya akan diajarkan lagu itu gagak hitam memeriksa sepintas lalu saja. Lalu melaporkan tidak ada manusia dihutan ini. Gagak putih kemudian mengajarkan lagu yang fungsinya bisa mengantarkan siapa saja ke sorga. Gagak putih mengucapkan lebih dahulu, kemudian ditirukan oleh gagak hitam. Bunyi gagak-gagak…. Gook – gook…. Gok-gok…… dan seterusnya. Dari kedua burung gagak yang sedang belajar bernyanyi itu didengar baik-baik, dan diingatnya oleh petani. Beberapa kali nyanyian itu diulang oleh kedua burung itu. Bersamaan dengan itu petani itupun turut menirukan burung gagak itu belajar menyanyi dan bersamaan pula hafalnya dengan gagak hitam. Pada saat gagak hitam dites terakhir oleh gagak putih, secara tak sadar petani itu ikut pula menyanyi dan suaranya didengar oleh gagak putih.
Gagak putih sangat kaget karena ada manusia yang bisa menirukan nyanyian itu. Ia sangat marah karena kejadian itu akibat dari kecerobohan dari gagak hitam. Gagak hitam lalu dikutuknya agar tetap menjadi gagak hitam (Gagak Bangkai) untuk selamanya dan tidak pernah akan bisa ke sorga. Petani itu dengan rasa puas lalu pulang dan sesampainya di rumah mencoba apa yang didengarnya tadi pada Gambang yang dibelinya itu. Suara gagak, gaak-gook, guoak….guoak….dan seterusnya burung gagak itu yang telah dihafalnya akhirnya dijadikan lagu atau gending Gambang.
Dari mithologi dapat disimpulkan bahwa keberadaan gambang di desa Tumbak Bayuh berawal dari fenomena gaib yang dialami oleh seoran petani di Desa Tumbak bayuh hanya untuk upacara ngaben. Tabuhnya diajarkan oleh burung gagak putih dengan fungsi bisa mengantarkan siapa saja dan apa saja ke sorga. Karena yang biasanya ke sorga itu adalah Atman. Jadi fungsi Gambang di Desa Tumbak Bayuh adalah mengantarkan Atman ke sorga.
Kalau apa yang diduga oleh Kunst ini benar bahwa galunggang petung sama dengan Gambang sekarang berarti Gambang itu sudah ada pada jaman Bali kuno yaitu sekitar abad ke XIII dan XV.
Actions (login required)
|
View Item |