Ida Ayu, Gede Artayani
(2010)
Faktor - faktor Yang Mendorong Wanita Bekerja pada Usaha Kerajinan Gerabah Di Desa Binoh Kelurahan Ubung Kaja Denpasar.
Artikel Bulan Mei 2010, 5.
pp. 1-4.
Preview |
|
PDF (Faktor - faktor Yang Mendorong Wanita Bekerja pada Usaha Kerajinan Gerabah Di Desa Binoh Kelurahan Ubung Kaja Denpasar)
- Published Version
Download (48kB)
| Preview
|
Abstract
Usaha kerajina gerabah di Desa Binoh merupakan usaha industri rumah tangga yang sifatnya sudah turun-temurun. Pembuatan kerajinan ini merupakan mata pencaharian yang cukup mendapat perhatian dari para kaum wanita di desa ini. Usaha kerajinan ini ditekuni oleh mereka yang sudah berumah tangga, maupun yang masih lajang. Sesuai dengan hasil surve yang diperoleh dilapangan, ada beberapa faktor pendorong dari kaum wanita untuk bekerja pada usaha kerajinan gerabah antara lain:
1. Faktor Ekonomi
Pembangunan pertanian di Indonesia mampu meningkatkan pendapatan petani khususnya dan penduduk pedesaan pada umumnya. Ini terbukti dengan semakin kecilnya jumlah penduduk miskin di pedesaan. Disamping itu perlu diperhatikan masih banyaknya penduduk yang memusatkan bekerja di sektor pertanian.
Hal ini menyebabkan tambahan tenaga kerja disektor pertanian lebih besar dari kepemilikan lahan.
Lahan pertanian yang kian hari semakin sempit tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga petani yang bersangkutan. Hal ini berarti rumah tangga petani harus meningkatkan pendapatan mereka melalui kegiatan diluar sektor pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan di luar sektor pertanian, seperti misalnya pekerjaan dalam industri rumah tangga atau industri kecil, sudah dikenal di daerah pedesaan sejak lama. Keberadaan pekerjaan di luar sektor pertanian ini penting artinya bagi rumah tangga petani. Hal ini berkaitan dengan sifat musim kegiatan di bidang pertanian. Pada umumnya keluarga petani membutuhkan pekerjaan di luar sektor pertanian untuk menambah penghasialannya. ( Mubyanto, 1985: 45).
Demikian pula halnya keadaan penduduk di Desa Binoh, kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, berubah menjadi kawasan perumahan. Kepemilikan lahan rata-rata 0,16 Ha per kepala keluarga. Melihat kenyataan yang demikian, pendapatan dari sektor pertanian tidak memungkinkan lagi sebagai penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu bukan saja kaum laki-lakinya, kaum wanitanya pun dituntut untuk mencari nafkah di sektor lain. Menurut informasi yang diterima, kerajinan gerabah yang ada di desa ini sudah ada sejak dulu, mereka tidak bisa menyebutkan angka dan tahunnya, karena mereka mewarisi kerajinan ini sejak lahir. Hal ini memungkinkan para wanita di desa ini tidak banyak terlibat dalam pekerjaan pertanian sehingga mereka banyak mempunyai waktu luang setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hanya saja waktu itu pekerjaan mereka bersifat kecil-kecilan. Peralatan yang dipergunakan dalam pembuatan gerabah masih sangat sederhana, begitu pula bentuk-bentuk barang yang dibuat tidak banyak variasi dan pemasaarannya masih bersifat lokal.
Sejalan dengan perkembangan sektor pariwisata khususnya industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga berkembang cukup pesat. Karena pada hakekatnya sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang kegiatannya bersifat padat karya, artinya memiliki daya serap yang tinggi terhadap pengangguran dan dapat meningkatkan pendapatan penduduk. Hal ini dapat dipahami karena pengembangan sektor pariwisata dapat menggerakkan sektor ekonomi yang lain dengan jangkauan yang sangat luas.
Dengan berkembangnya sektor pariwisata di Daerah Bali. Industri kerajinan yang ada, kira-kira sejak tahun 1975, hasil karya pengrajin mulai mendapatkan perhatian dari pihak konsumen, dan Kanwil Perindustrian.
Kerajinan di Desa ini ditampung dalam suatu wadah yaitu kelompok pengrajin ”Karya Amertha” yang bergabung sebanyak 46 orang pengrajin dengan 145 orang tenaga kerja. Untuk pengembangan disain para pengrajin mendapat binaan dari lembaga-lembaga seni terkait, dikenalkan berbagai teknik pembuatan gerabah dan teknik dekorasi. BPPT UPT Bali yang bergerak dalam pengembangan keramik dan porselin Bali, turut andil dalam pemberian bantuan peralatan, Dengan mendapatkan bantuan peralatan tersebut, memudahkan pengrajin dalam pengerjaannya. Pada tahun 2000 mendapatkan pelatihan dari PSSRD Univ Udayana dan mendapat binaan berupa pengembangan disain dari ISI Denpasar. Dengan mendapatkan binaan dari berbagai pihak, maka kerajinan gerabah yang dulunya merupakan pekerjaan sampingan, kini bagi kaum wanita di Desa Binoh berubah menjadi pekerjaan pokok.
Motivasi untuk bekerja setiap individu berbeda-beda satu dengan yang lainnya, secara pisikologis yang memotivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan adalah untuk memperoleh uang. Pada kasus seperti ini wanita pengrajin di Desa Binoh, mereka bekerja semata-mata untuk memperoleh uang karena keadaan sosial ekonomi mereka relativ rendah, sehingga motivasi utama untuk bekerja adalah mendapatkan uang, guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Para wanita di desa ini, melakukan pekerjaan membuat keramik, setelah pekerjaan rumah tangga mereka selesai. Seperti industri kerajinan lainnya, penerapan upah yang diberikan pada pengrajin bersifat borongan, dimana sistem ini akan menguntungkan kedua belah pihak antara pengusaha dan pengrajin. Dalam menentukan harga, untuk upah pengrajin dihitung dari jumlah yang mereka bisa buat perhari dan dihitung dari besar kecilnya barang yang dibuat, dan upah yang diterima tergantung dari banyaknya barang yang dibuat, besar kecilnya barang dan banyaknya waktu yang mereka pergunakan untuk bekerja.
Data di lapangan menunjukkan perbedaan antara wanita yang sudah berkeluarga dengan yang masih lajang, bagi wanita yang masih lajang pendapatan mereka lebih besar, dibandingkan dengan yang sudah berkeluarga. Misalnya dalam pembuatan barang gerabah, seperti gerabah untuk pot bunga memiliki diameter 40 cm, harga upah perbarang Rp 2500, per hari mereka bisa membuat sebanyak 20-25 buah, berarti penghasilan mereka per hari Rp 50.000 - Rp 62.500. Gerabah dengan diameter 60 cm, dihitung perbarang @ Rp 3.500, per hari satu orang pengrajin bisa menyelesaikan 10-15 buah, jadi upah yang diterima per orang Rp.35.000-Rp.52.500. Dilihat dari penghasilan wanita lajang dalam hal ini, penghasilan mereka lebih banyak, karena mereka bisa bekerja penuh waktu, karena wanita lajang tidak terikat dengan kegiatan rumah tangga.
Barang-barang yang dihasilkan/dibuat selain paso juga membuat barang-barang gerabah yang lain. Bila dilihat dari upah pengrajin wanita ini, rata-rata perbulan mereka mendapatkan upah sebesar Rp.1.312.500-Rp.1.562.500, hal ini dihitung bila mereka bekerja penuh selama 25 hari.
Pendapatan tersebut biasanya dipergunakan untuk menopang pendapatan ekonomi keleuarganya, seperti untuk membayar sekolah anak-anak, untuk kegiatan sosial dan pribadi. Begitu pula bagi pengrajin yang masih lajang pendapatan mereka dipergunakan untuk keperluan pribadi dan sebagian diserahkan kepada orang tua.
2. Faktor Pendidikan dan Kesempatan Kerja
Dewasa ini ada bangsa-bangsa mengalami fenomena krisis global, tidak terkecuali bangsa indonesia juga terkena imbasnya, banyaknya terjadi PHK terhadap sejumlah kariyawan, sehingga muncul fenomena sulitnya mencari kerja. Di samping itu dimasa sekarang ada kecendrungan pencari kerja lebih banyak kaum wanita dibandingkan dengan pria. Dalam hal ini setiap 97% penduduk wanita berusia 10 tahun keatas berpendidikan SD dan tamat SD. Semenjak anak laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan dan pengajaran secara bersama-sama, maka makin terbukalah kesempatan bagi wanita untuk mengikuti pendidikan.
Jumlah kaum wanita mengikuti pendidikan menunjukkan peningkatan. Pendidikan kaum wanita di desa ini rata-rata berpendidikan SD, SMP, SMA dan ada beberapa yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Bagi mereka yang hanya berpendidikan SD-SMP, biasanya memilih pekerjaan di sektor informal seperti menjadi pedagang/saudagar, buruh bangunan, buruh tani, dan sebagai pengrajin gerabah.
Kerajinan gerabah di desa ini, dilakukan para kaum wanita tanpa perlu memiliki keahlian khusus, karena mereka biasa mengerjakan pekerjaan ini pengaruh lingkungan yang dari kecil telah bergelut di bidang kerajinan ini. Pekerjaan membuat kerajinan, menjadi pilihan bagi kaum wanita Desa Binoh karena tidak memerlukan pendidikan tinggi, proses belajar cukup dengan melihat, mencoba mengerjakan, apa bila sudah biasa pekerjaan ini menjadi alternatif.
Hasil wawancara di lapangan, para wanita pengrajin yang masih bersekolah biasanya mereka melakukan pekerjaan ini sepulang sekolah, dan bagi ibu-ibu yang sudah berumah tangga memilih pekerjaan ini, karena mereka bisa bekerja di rumah dan dilakukan setelah mereka selesai beraktifitas urusan rumah tangga, pekerjaan ini juga tidak terikat oleh waktu dan tidak memerlukan pendidikan tinggi, sehingga industri kerajinan ini, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi wanita untuk berkreativitas.
3. Fakto Waktu
Dalam kehidupan sehari-hari kaum wanita dan pria memiliki perbedaan peranan, kaum wanita memiliki peranan ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan peran sebagai wanita karier. Dalam menghadapi dilema ini, anatara memilih menjadi ibu rumah tangga atau berkarier di luar aktivitas sehari-hari. Pertanyaan itu sering membuat kebingungan antara memilih bekerja, tanpa melepas tanggung jawab rumah tangga.
Pertanyaan tersebut di atas dapat terjawab dari apa yang diketemukan di lapangan ada dua tipe peranan wanita yaitu:
1. Pola peranan digambarkan wanita seluruhnya hanya dalam pengerjaan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan pemeliharaan kebutuhan hidup semua anggota keluarga dan rumah tangganya.
2. Pola wanita memiliki peran ganda yaitu: sebagai pengurus rumah tangga dan mencari nafkah.
Dalam kaitannya dengan dua peran tersebut, wanita pengrajin gerabah di Desa Binoh, menunjukkan adanya dua peran ganda yaitu dalam setatus sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pencari nafkah sebagai pengrajin gerabah.
Pekerjaan rumah tangga bagi wanita merupakan suatu hal yang kompleks, seperti pekerjaan dapur, mengurus anak dan suami, merawat rumah dan sebagainya, semua pekerjaan tersebut memerlukan banyak waktu, sehingga bagi wanita yang tidak bisa membagi waktu, tidak akan bisa mengambil pekerjaan sampingan. Sisa waktu luang yang ada inilah dipergunakan bagi sebagian wanita di desa ini mengambil pekerjaan sebagai pengrajin.
Pekerjaan sebagai pengrajin diambil dari waktu luang mereka, karena sistem pembayaran yang diambil borongan, yakni upah yang diperoleh dari banyaknya produksi yang mereka dapatkan. Dengan sistem borongan ini, memberikan kesempatan kerja bagi wanita yang sudah berkeluarga untuk mengambil pekerjaan ini. Hal ini dilakukan karena tidak terikat oleh waktu.
Para wanita pengrajin bekerja setelah selesai melakukan pekerjaan rumah tangga, baik yang bekerja di tempat pengusaha kerajinan atau yang bekerja di rumah sendiri, mereka mulai bekerja kira-kira jam 7.30-17.00 wita, pagi sebelum beraktivitas membuat gerabah dan sore setelah bekerja, mereka melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.
Dari wawancara yang penulis lakukan terhadap beberapa wanita pengrajin, mereka mengatakan bahwa melakukan pekerjaan membuat gerabah ini, merupakan suatu yang sangat menyenangkan dan tidak menjadi beban. Hal ini di sebabkan karena mereka bukan saja mendapatkan uang, tetapi mereka bekerja tidak terikat oleh waktu dan tidak meninggalkan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.
Actions (login required)
|
View Item |