I Wayan , Ekajaya Suputra
(2011)
Filosofi Selonding Dalam Tatwa Hindu.
Artikel Bulan Desember (2011), 2 (12).
p. 1.
Abstract
Bila ditelusuri lebih jauh tentang keberadaan Gamelan Salonding dari masa ke masa, ternyata konteks penggunaannya tidak pernah lepas dari kegiatan-kegiatan keagamaan masyarakat Bali, baik dari kebesaran Jaman Bali kuno, sampai pada akhir abad XX ini gambelan Salonding itu tetap mendapat tempat yang paling sakral dalam upacara agama. Berbicara dengan Hinduisme, tidak bisa kita mengabaikan keterkaitannya dengan Weda karena Weda yang diyakini sebagai sabda Suci Tuhan yang bersifat Anadi, Ananta dan Nirwikalpa yang telah diterima oleh Maha Rsi dan menjadi sumber ajaran Agama Hindu memberikan vitalitas, yang mengaliri dan meresapi seluruh aspek Hinduisme bila diibaratkan sebagai Api Hindu adalah sebagai wujud yang menyala dan Weda itulah panasnya. Menurut ajaran Weda, Theologi Hindu menyebutkan bahwa Pranawa atau OMKARA itu sebagai Nyasa untuk mewujudkan Tuhan Yang Maha Esa yang trasendental pada dunia immanent yang terbatas. Beliau meraga acintya (tak terbayangkan) diwujudkan dengan wijaksara OMKARA secara konseptual dalam Narayana Upanisad tentang Wicaksara Om itu tersendiri dari tiga matra, yaitu A kara sebagai Brahma , U- kara sebagai Wisnu, dan Ma – Kara sebagai Mahadewa Iswara. Bila ketiga Ma yang disebut juga Sang yang Triaksara ini adalah esensi dari hakekat unsur OMKARA itu sebagai Nyasa dari Prabawa Tuhan yang Esa.
Actions (login required)
|
View Item |