Hendra, Santosa, SSKar.,M.Hum and Wardizal, S.Sen., M.Si
(2009)
Resistensi Dan Kompromitas Terhadap Keterlibatan Wanita Dalam Berkesenian Di Minangkabau.
Documentation.
ISI Denpasar.
Preview |
|
Image (JPEG) (Cover Resistensi dan Kompromitas Terhadap Keterlaluan Wanita Dalam Berkesenian Di Minangkabau)
- Cover Image
Download (303kB)
| Preview
|
Abstract
Abstrak
Penelitian ini mencoba mengkaji secara kritis ilimiah tentang fenomena resistensi dan kompromitas, terhadap keterlibatan wanita dalam aktivitas berkesenian di Minangkabau. Secara mendasar, penelitian ini brtujuan untuk mencari kebenaran fakta atau informasi tentang adanya anggapan, bahwa melibatkan diri dalam aktivitas brkesenian bagi wanita di Minangkabau merupakan perbuatan ‘sumbang’ atau perilaku ‘menyimpang’ yang dapat member malu pada kaum kerabat pesukuan. Resistensi terutama dari pihak mamak (saudara ibu yang laki-laki), sebagai figure yang berkuasa dalam system kekerabatan matrilineal yang dianut oleh suku bangsa Minangkabau. Pada sisi lain, fakta empiris menunjukan munculnya beberapa seniman wanita yang kemudian melegenda di tengah masyarakat. Untuk mendapatkan jawaban atas fenomena tersebut, ada tiga masalah penelitian yang releven diajukan dalam penelitian ini, yaitu: (1) mengapa terjadi resistensi terhadap keterlibatan wanita dalam dalam aktivitas berkesenian di Minangkabau, terutama dari pihak mamak, (2) apakah keterlibatan wanita dalam aktivitas berkesenian di Minangkabau merupakan bagian dri proses kompromitas, dan (3) sejauh mana kontribusi wanita dalam pengembangan dan pelestarian kesenian tradisional di Minangkabau. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, seperti studi kepustakaan, untuk mendapatkan berbagai informasi dari sumber tertulis. Observasi, untuk mengamati berbagai fenomena dan peristiwa yang berkembang di tengah masyarakat. Wawancara dengan informan, narasumber terpilih dan tokoh-tokoh yangmempunyai pengaruh dalam masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukan, terjadinya resistensiterhadap keterlibatan wanita dalam aktifitas berkesenian di Minangkabau merupakan suatu proses rekontruksi social. Pemahaman atau wacana yang bekembang di tengah masyarakat mengidentikkan kehidupan berkesenian dengan dunia laki-laki. Factor moralias dan etik-kulutural yang didasarkan kepada norma adat dan ajaran agama islam, memberikan rambu-rambu yang sangat ketat menyangkut tata pergaulan antara wanita dan laki-laki. Dalam konteks berkesenian, ditenggarai tidak terbebas dari eksploitasi seksual yang snagat berpotensi bagi wanita untuk berbut salah, atau sumbang. Secara etik, adat Minangkabau melarang seseorang tidak saja untuk berbuat salah, karena akan membuat malu keluarga melainkan juga mencegahnya sejak awal dalam bentuk perilaku yang dapat menggiring keperbuatan salah itu, yaitu sumbang.
Trauma sejarah terkait dengan fungsi kesenian di masa lalu ikut menjadi pemicu antipasti masyarakat terhadap dunia berkesenian. Beberapa bentuk seni pertunjukan rakyat sangat erat kaitannya dengan dunia mistik, magig dan difungsikan untuk hal-hal yang sifatnya negative. Saluang sirompak misalnya, pada masa dahulu difungsikan untuk mengguna-gunai seorang gadis akibat cinta seorang pemuda yang di tolak. Wanita yang terkena sirompak biasanya sulit disembuhkan dan tidak jarang menjadi gila. Demikian juga halnya dengan pendukung kesenian di masa lalu yang di sebut dengan parewa. Pada dasarnya masyarakat anti kepada sikap dan tingkah laku parewa. Kehadiran mereka menimbulkan konflik psikologis ditengah masyarakat. Golongan adat kurang mempedulikan sikap parewa, sementara golongan alim ulama sangat enggan dan benci kepada parewa, karena semua tingkah laku dan perbuatan mereka bertentangan dan tidak sesuai dengan ajaran islam. Oleh karena itu, kesenian yang dikembangkan dan dimainkan oleh parewa juga ikut dibenci oleh golongan alim ulama. Bahkan sampai sekarang, masih terdapat ulama ortodok di Minangkabau yang tetap menganggap kesenian sebagai pekerja yang hukumnya haram.
Actions (login required)
|
View Item |