I Made, Sumantra
(2017)
DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL
“Tiga Kekuatan #1”
“Tiga Kekuatan #2”
Menggapai Awan
Imagine#1.
Documentation.
ISI Denpasar, Institut Seni Indonesia Denpasar, Jl. Nusa Indah Denpasar.
Preview |
|
PDF (DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL “Tiga Kekuatan #1” “Tiga Kekuatan #2” Menggapai Awan Imagine#1)
- Cover Image
Download (350kB)
| Preview
|
Abstract
Perempuan dengan segala fenomenalitasnya, sebenarnya adalah suatu kondisi di mana yang nyata mati dan lahir kembali dalam register imajiner. Kultur tidak memberi tempat pada kemapanan suatu klaim universal. Pada titik ini yang ontologis sekaligus menjadi epistemologis. Ini merupakan gambaran manusia yang memutuskan sesuatu pada absurditas tanda dalam alur kehidupannya. Namun, justru di sinilah kemanusiaannya ditemukan. Era sebelumnya, yang mengutamakan universal, homogenitas, sentral, hierarki, telah menghilangkan sebagian kemanusian. Perempuan, lantas juga menjadi sebuah tanda absurd, ia bisa jadi tak lebih dari sekedar komoditas yang mengunakan daya tarik seksual sebagai competitive advantage; tapi pada titik terdalam perempuan juga menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan.
Perempuan hadir di suatu masa, di mana tanda-tanda tertentu mulai muncul. Kemunculan serta eksistensi tanda di suatu masa tak lepas dari sinkronisitas-diakronisitas tanda itu pun tak luput dari aspek idiosenkretis-nomotetis bagi mereka yang menerima tanda itu. Ada penjelasan yang terkait dengan makrokosmos dan mikrokosmos pada tanda-tanda yang eksis di suatu zaman. Manusia hanya tinggal peka untuk melihat bagaimana tanda itu menyampaikan pesan bagi dirinya serta apa isi pesan itu.
Pada karya ini yang berjudul ”Tiga Kekuatan”, dengan subject matter kuda dan perempuan yang menyiratkan ekspresi ketertindasan. Kuda sebagai simbol kekuatan di mana harus disadari bahwa perempuan mempunyai tiga kelebihan yaitu bisa mengandung, menyusui, dan melahirkan. Sedangkan perempuan merupakan ikon budaya populer. Karya ini, menawarkan pilihan, manusia bisa memilih untuk menerima pesan tersembunyi darinya atau sekedar menempatkannya sebagai pemuas hasrat. Namun pada titik ini juga perlu diingat bahwa hanya ia memiliki fenomenalitas sebagai pemuas hasrat, maka ia bisa keluar dari kerumunan dan membawa pesan. Hanya ketika ia membawa hasrat libinal, maka ia juga bisa reflektif. Ini mirip dengan mite kisah pelacur (yang kerap identifikasi sebagai Maria Mangdalena) yang ditolong Yesus dalam Injil, justru karena dia dianggap berdosa, maka ia mampu merefleksikan bahwa ternyata semua manusia juga berdosa. Sebuah refleksi yang justru muncul dalam banalitas. Ini dalam kontek posmodernisme juga terjadi pada fenomena kehadiran sosok perempuan di era posmodernisme, hanya dimungkinkan karena banalitasnya. Namun dibalik banalitas itu juga terselip pesan-pesan esensial akan kemanusiawian yang hilang, berkaitan dengan penyatuan dengan aspek-aspek matriarkal yang cenderung dihilangkan dari kehidupan.
Actions (login required)
|
View Item |