Kha, nizar
(2004)
DEKONTRUKSI ESTETIKA POSTMODERNISME: MEMBACA WACANA IDEALITAS ESTETIS UPACARA TABUIK DI PARIAMAN SUMATERA BARAT.
Bheri (JURNAL ILMIAH MUSIK NUSANTARA), 3 (1).
p. 1.
ISSN 1415-6508
Preview |
|
PDF (DEKONTRUKSI ESTETIKA POSTMODERNISME: MEMBACA WACANA IDEALITAS ESTETIS UPACARA TABUIK DI PARIAMAN SUMATERA BARAT)
- Published Version
Download (343kB)
| Preview
|
Abstract
Cultural studies pada dasarnya adalah wilayah postmodernisme, titik berat kajian postmodernisme adalah aspirasi, sedangkan titik berat kajian budaya adalh kesadaran. Kajian budaya sebagai sebuah disiplin ilmu, muncul karena adanya kesadaran bahwa pluralitas adalah realitas, dan usaha untuk manafikan pluralitastidak lain hanyalah ilusi. Oleh karena itu, postmodern adalah intitusi organisasi, selaku perpanjangan kemampanan dan keturunan, mesti dirobohkan. Ideologi seni membangun standar estetika, “iconoclastic attac on the intitution, organization, and ideology of art”. Pada dasarnya pemikiran teori dekontruksi oleh Jacques Derrida yang membentangkan sebual lembaran filsafat baru. Walaupun ada beberapa bentuk dan model dekonstruksi yang dikerjakan oleh para ahli, maka dalam tulisan ini tetap menggunakan teori Dekontruksi Jacques Derrida. Mungkin tulisan ini sebuah pemikiran awal dalam penjelajahan teoritis estetika postmodern, kaitannya dengan wacana seni pertunjukan. Tentu saja hal ini merupakan pemahaman “ada” dan perbedaan “ada” dari persepsi dalam wacana estetika postmodern itu adalah wajar dan harus, begitu kata Derrida. Kalau begitu kita-kita yang hidup dalam ranah estetika seni pertunjukan, harus berpikir secara supersif, seniman dan pelaku, kritisi seni harus mampu membuat audiens supersif kalau tidak itu bukan seni supersif. Sebab makna seni terutama seni pertunjukan ada dibalik makna “ada”. Untuk mengungkapnya harus didekonstruksi, mengapa kesenian didikotomi, makna seni bukan ada di dalam “ada” saja, tetapi ia memuai dibalik sikapnya yang montok, molek dan seksi.
Actions (login required)
|
View Item |